I. Radio
Sejarah radio siaran
swasta,
Keberadaan
radio siaran di Indonesia, mempunyai hubungan erat dengan sejarah perjuangan
bangsa, baik semasa penjajahan, masa perjuangan proklamasi kemerdekaan, maupun
didalam dinamika perjalanan bangsa memperjuangkan kehidupan masyarakat yang
demokratis, adil dan berkemakmuran.
Di zaman Penjajahan Belanda, radio siaran swasta yang
dikelola warga asing menyiarkan program untuk kepentingan dagang, sedangkan
radio siaran swasta yang dikelola pribumi menyiarkan program untuk memajukan
kesenian, kebudayaan, disamping kepentingan pergerakan semangat kebangsaan.
Ketika pendudukan Jepang tahun 1942, semua stasiun radio siaran dikuasai oleh
kolonial Jepang, programnya diarahkan pada propaganda perang Asia Timur Raya.
Tapi setelah Jepang menyerah kepada Sekutu 14 Agustus 1945 para angkasawan
pejuang menguasai Radio Siaran sehingga dapat mengumandangkan Teks Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945 ke seluruh dunia. Selanjutnya sejak proklamasi
kemerdekaan RI sampai akhir masa pemerintahan Orde Lama tahun 1965, Radio
Siaran hanya diselenggarakan oleh Pemerintah, dalam hal ini Radio Republik
Indonesia atau RRI.
Secara
defacto Radio siaran swasta nasional
Indonesia tumbuh sebagai perkembangan profesionalisme “radio amatir” yang
dimotori kaum muda diawal Orde baru tahun 1966; secara yuridis keberadaan radio siaran swasta diakui, dengan prasyarat,
penyelenggaranya ber-Badan Hukum dan dapat menyesuaikan dengan ketentuan
Peraturan Pemerintah RI nomor 55 tahun 1970 tentang Radio Siaran Non
Pemerintah, yang mengatur fungsi, hak, kewajiban dan tanggungjawab radio siaran,
syarat-syarat penyelenggaraan, perizinan serta pengawasannya.
Dalam peraturan itu
ditentukan, bahwa radio siaran non pemerintah
harus berfungsi sosial yaitu alat pendidik, penerangan dan hiburan;
bukan alat untuk kegiatan politik. Meskipun bidang radio siaran memiliki fungsi
pendidikan, penerangan dan hiburan, namun dalam operasinya tidak menutup
kemungkinan siarannya bersifat komersial (iklan) yang pelaksanannya mengukuti
peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
Hingga akhir tahun l974,
radio swasta niaga tercatat 330 di seluruh Indonesia, masing-masing 42 di DKI, l4 di NTB, 55 di Jawa Tengah, l5
di Jawa Timur, l5 di Sumatera Utara, l di Riau, ll Sumatera Barat, l3 Sumatera
Selatan, 8 Lampung. 2 di Kalimantan Barat, 8 di Selawesi Utara dan l6 di
Sulawesi Selatan.
Tahun l980 jumlah stasiun radio non pemerintah mencapai 948 buah yang
terderdiri dari 379 stsiun komersial, 26 stasiun non komersial dan l38 stasiun radio pemerintah
daerah. Sampai dengan tahun 2000 jumlah stasiun radio termasuk RRI mencapai
ll00 stasiun.
Program-program radio pun semakin beragam. Di masa orde baru radio swasta
niaga dilarang membuat berita sendiri. Berita yang siarkan adalah memancar
teruskan (relay) berita dari RRI. Kini setelah lahirnya era kebebasan
pers yang ditandai dengan lahirnya UU Pers No. 40/1990 stasiun radio swasta
niaga diperbolehkan membuat program berita sendiri.
Tidak itu saja, kini radio telah menjadi lahan bisnis yang potensial. Hal
ini terbukti dari munculnya konglomerasi radio, seperti kelompok Ramako, NRA,
Masima, dll yang memiliki jaringan beberapa radio.
II Televisi
A. TVRI
Pada tahun 1961, Pemerintah Indonesia memutuskan untuk
memasukan proyek media massa televisi kedalam proyek pembangunan Asian Games IV
di bawah koordinasi urusan proyek Asean Games IV. Tanggal 25 Juli 1961, Menteri
Penerangan mengeluarkan SK Menpen No. 20/SK/M/1961 tentang pembentukan Panitia
Persiapan Televisi (P2T).
Pada 23 Oktober 1961, Presiden Soekarno yang sedang
berada di Wina mengirimkan teleks kepada Menpen Maladi untuk segera menyiapkan
proyek televisi (saat itu waktu persiapan hanya tinggal 10 bulan) dengan jadwal
sebagai berikut :
1.
Membangun studio di eks AKPEN di Senayan (TVRI sekarang).
- Membangun dua pemancar : 100 watt dan 10 Kw dengan tower 80 meter.
- Mempersiapkan software (program dan tenaga).
Tanggal 17 Agustus 1962, TVRI mulai mengadakan siaran
percobaan dengan acara HUT Proklamasi Kemerdekaan Indonesia XVII dari halaman
Istana Merdeka Jakarta, dengan pemancar cadangan berkekuatan 100 watt.
Tanggal 24 Agustus 1962, TVRI mengudara untuk pertama
kalinya dengan acara siaran langsung upacara pembukaan Asian Games IV dari
stadion utama Gelora Bung Karno. Tanggal 20 Oktober 1963, dikeluarkan Keppres
No. 215/1963 tentang pembentukan Yayasan TVRI dengan Pimpinan Umum Presiden RI.
Pembangunan Stasiun-stasiun TVRI Daerah
Pada tahun 1963 mulailah dirintis pembangunan Stasiun
Daerah dimulai dengan Stasiun Yogyakarta, yang mulai siaran pada akhir tahun
1964 dan berturut-turut Stasiun Medan, Surabaya Makassar, Manado, Denpasar dll,
yang berfungsi sebagai Stasiun Penyiaran.
Mulai tahun 1977, secara bertahap dibeberapa Ibukota
Propinsi dibentuklah Stasiun-stasiun Produksi Keliling atau SPK, yang berfungsi
sebagai perwakilan di daerah, bertugas memproduksi dan merekam paket acara
untuk dikirim dan disiarkan melalui TVRI Stasiun Pusat Jakarta.
Status TVRI di Era Orde Baru
Tahun 1974, TVRI diubah menjadi salah satu bagian dari
organisasi dan tatakerja Departemen Penerangan, yang diberi status Direktorat,
langsung bertanggung-jawab pada Direktur Jendral Radio, TV, dan Film Departemen
Penerangan Republik Indonesia.
Sebagai alat komunikasi Pemerintah, tugas TVRI adalah
untuk menyampaikan policy Pemerintah kepada rakyat dan pada waktu yang
bersamaan menciptakan two-way traffic dari rakyat untuk pemerintah selama tidak
men-diskreditkan usaha-usaha Pemerintah.
Pada garis besarnya tujuan policy Pemerintah dan
program-programnya adalah untuk membangun bangsa dan negara Indonesia yang
modern dengan masyarakat yang aman, adil, tertib dan sejahtera, dimana tiap
warga Indonesia mengenyam kesejahteraan lahiriah dan mental spiritual.
Semua kebijaksanaan Pemerintah beserta programnya harus
dapat diterjemahkan melalui siaran dari studio-studio TVRI yang berkedudukan di
Ibukota maupun daerah dengan cepat, tepat dan baik.
Semua pelaksanaan TVRI baik di Ibukota maupun di Daerah
harus meletakan tekanan kerjanya kepada integrasi, supaya TVRI menjadi suatu
well-integrated mass media Pemerintah.
Tahun 1975, dikeluarkan SK Menpen No. 55 Bahan siaran/KEP/Menpen/1975,
TVRI memiliki status ganda yaitu selain sebagai Yayasan Televisi RI juga
sebagai Direktorat Televisi, sedang manajemen yang diterapkan yaitu manajemen
perkantoran / birokrasi.
TVRI di Era Reformasi
Pada tanggal 20 Mei 1999, merupakan titik awal sejarah
baru TVRI, ketika Presiden Abdurrahman Wahid melikuidasi Departemen Penerangan,
yang mengakibatkan status TVRI menjadi tidak jelas, bagaikan anak ayam
kehilangan induk.
Dan pada bulan Juni 2000, Presiden mengeluarkan Peraturan
Pemerintah No. 36 tahun 2000 tentang perubahan status TVRI menjadi Perusahaan
Jawatan (Perjan), yang secara kelembagaan berada di bawah pembinaan dan
bertanggung jawab kepada Departemen Keuangan RI.
Ketika TVRI belum tuntas dalam melakukan penataan
internal sebagai Perusahaan Jawatan, muncul wacana untuk merubah bentuk TVRI
menjadi Persero, yang disusul dengan keluarnya Peraturan Pemerintah No. 9 tahun
2002, tanggal 17 April 2002 yang merubah bentuk TVRI dari Perusahaan Jawatan
menjadi Perseroan terbatas (PT) di bawah pengawasan Departemen Keuangan RI dan
Kantor Menteri Negara BUMN.
Namun pada tanggal 28 Desember 2002, Rancangan
Undang-undang tentang Penyiaran disahkan oleh DPR-RI, sebagai Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, dimana menurut Pasal 14 ayat 2
disebutkan bahwa TVRI merupakan Lembaga Penyiaran Publik atau TV Publik.
Sementara itu, berdasarkan Ketentuan Peralihan Pasal 60,
TVRI diberi waktu selama paling lama 3 tahun, untuk melakukan
penyesuaian-penyesuaian sebelum siap sebagai TV Publik.
TVRI dewasa ini
Pada tanggal 15 April 2003, bersamaan dengan pelantikan
Dewan Komisaris dan Direksi PT TVRI (Persero), dilakukan penandatanganan Akte
Notaris Pendirian PT TVRI (Persero) oleh Menteri Negara BUMN.
Mengingat TVRI masih mengacu pada manajemen Perusahaan
Jawatan, maka oleh Direksi baru PT TVRI (Persero) dilakukan upaya-upaya
restrukturisasi, antara lain dibidang sumber daya manusia, keuangan dan
struktur organisasi.
Restrukturisasi bukan berarti adanya pengurangan sumber
daya manusia. Dengan melalui restrukturisasi akan diketahui jumlah sumber daya
manusia yang dibutuhkan, berdasarkan kemampuan masing-masing individu karyawan
untuk mengisi fungsi-fungsi yang ada dalam struktur organisasi sesuai keahlian
dan profesi masing-masing, dengan kualifikasi yang jelas.
Melalui restrukturisasi tersebut juga akan diketahui
apakah untuk mengisi fungsi tersebut perlu dicari tenaga profesional dari luar
atau dapat memanfaatkan sumber daya TVRI yang tersedia.
Dalam bentuk PERSERO selama masa transisi ini, TVRI
benar-benar diuji untuk belajar mandiri dengan menggali dana dari berbagai
sumber antara lain dalam bentuk kerjasama dengan pihak luar baik swasta maupun
sesama BUMN serta meningkatkan profesionalisme karyawan.
Dengan adanya masa transisi selama 3 tahun ini,
diharapkan TVRI akan dapat memenuhi kriteria yang disyaratkan oleh
undang-undang penyiaran yaitu sebagai TV publik dengan sasaran khalayak yang
jelas.
B. TV Swasta
Setelah puluhan tahun memberi hak ke TVRI untuk
“memonopoli” penyiaran TV di Indonesia, pemerintah akhirnya mengeluarkan
regulasi yang membuka “monopoli” TVRI. Era ini ditandai dengan dikeluarkannya
SK Menpen No. 190A/KEP/MENPEN/1987 tanggal
20 Oktober 1987. SK ini menegaskan Deppen RI disamping memberikan hak
kepada TVRI untuk menyelenggarakan siaran saluran umum (SSU), juga memberikan
hak tambahan menyelenggarakan siaran
saluran terbatas (SST) dalam wilayah Jakarta dan sekitarnya.
SSU adalah siaran TV yang dapat ditangkap langsung oleh
umum melalui pesawat penerima televisi biasa tanpa pelatan khusus, sedangkan
SST adalah siaran yang hanya ditangkap
oleh pelanggan melalui pesawat penerima biasa dilengkapi dengan peralatan
khusus.
Dalam menyelenggarakan SST, sesuai dengan kemampuan yang
ada, Yayasan TVRI dapat menunjuk pihak lain sebagai pelaksana dengan
ketentuan dan jangka waktu yang
ditetapkan dalam perjanjian tersendiri. Disamping itu, pengoperasian SST tetap
di bawah pengawaan dan pengendalian yayasan TVRI. Hasil usaha SST dikelola oleh
Yayasan TVRI guna menunjang kegiatan operasional yayasan TVRI. Dalam acara SST
tersebut dapat disisipkan siaran niaga/iklan.
Pihak swasta pertama yang dijinkan melakukan penyiaran TV
adalah Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) melalui pemberian izin Prinsip
dari Departemen Penerangan RI c.q
Direktur Televisi/Direktur Yayasan TVRI tanggal 28 Agustus 1987 nomor
557/DIR/TV/1987 untuk berpartisipasi dalam menyelenggarakan siaran saluran
terbatas dalam wilayah Jakarta dan sekitarnya.
Penunjukan sebagai pelaksana SST Televisi Republik Indonesia diatur dengan surat perjanjian antara
Direktur Televisi/Direktur Yayasan TVRI dengan Direktur PT RCTI Nomor
12/SP/DIR/IV/1988-RCTI.B.T.02/1988 tanggal 22 Februari 1988. Di samping itu
juga dilakukan perjanjian yang mewajibkan RCTI untuk memberikan 12.5% pendapatan
dari pelaksanaan siaran niaga/iklan kepada Yayasan TVRI
Tanggal 1 Maret 1989 RCTI mengudara pertama kali dengan
memasang sekitar 70.000 buah dekoder dengan waktu tayang selama 18 jam / hari.
Sampai tahun 1990 tercatat 135.000 buah dekorder yang disewa oleh pemirsa.
Kemudian tahun 1990 kerjasama SST RCTI dengan Yayasan
TVRI berubah. Perubahan ini didasari pada ijin prinsip Dirjen RTF nomor
1271D/RTF/K/VIII/ 1990 tanggal 1 Agustus 1990. Berdasarkan ijin tersebut RCTI
diijinkan melakukan siaran tanpa dekorder. Dengan status SST RCTI berubah
menjadi Stasiun Penyiaran Televisi Swasta Umum (SPTSU) dengan jam siaran tanpa
batas (24 jam)
Menyusul RCTI yang sudah lebih dahulu berdiri, lewat ijin
prinsip yang diterbitkan oleh Depen cq. Dirjen RTF Nomor 1415/RTF/IX/1989
diberikan penyelenggaran SST kepada PT
Surya Citra Telivisi (SCTV) di Surabaya. Tanggal 1 Agustus 1990 diijinkan
menyelenggarakan siaran tanpa dekorder berdasarkan isin prinsip Deppen c.q
Dirjen RTF nomor 121E/RTF/K/VIII/1990.
Secara operasional kegiatan SCTV baru dapat dilaksanakan
berdasarkan perjanjian penunjukkan pelaksanaan STSU SCTV nomor
150/SP/Dir/TV/1990-02/SPS/SCTV/VIII/1990 tanggal 24 Agustus 1990. Pada tanggal
yang sama telah diberikan pula ijin prinsip bagi SCTV untuk mendirikan SPTSU
Denpasar melalui keputusan Departemen Penerangan c.q Dirjen RTF Nomor
1217B/RTF/K/VIII/1990.
Berdasarkan SK Departemen Penerangan c.q Dirjen RTF nomor
206/RTF/K/I/1993 tanggal 30 januari 1993 tentang ijin Siaran Nasional, SCTV dan
RCTI diperbolehkan menyelenggarakan siaran nasional dengan ketentuan bahwa
siaran nasional SCTV berkedudukan di Jakarta merupakan gabungan SCTV surabaya
dengan SCTV Denpasar, demikian pula dengan RCTI gabungan antara RCTI Jakarta
dengan RCTI Bandung.
Televisi pendidikan Indonesia (TPI) mendapat ijin prinsip dari Departemen
Penerangan c.q Dirjen RTF Nomor 1271B/RTF/K/VIII/l990. Penyelenggaraan siaran TPI
dilaksanakan atas perjanjian kerjasama antara Yayasan TVRI dengan PT. Cipta
Televisi Indonesia tentang pelaksanaan
Siaran Pendidikan Nomor
l45/SP/DIR/TV/1990-23/TPI/PKS/SHR.23/VIII/90 tanggal l6 Agustus l990. Pengoperasian siaran TPI diresmikan presdien Soeharto Rabu,
23 Januari l99l di studio XII TVRI stasiun Pusat Jakarta.
Tanggal 30 Januari l993 lahir televisi swasta ANTEVE
berdasarkan ijin prinsip Departemen Penerangan c.q. Dirjen RTF Nomor 207
/RTF/K/I/1993 tentang ijin Siaran Nasional bagi PT. Cakrawala Andalas Televisi.
Siaran nasional Anteve berkedudukan di Jakarta
merupakan siaran gabungan antara PT Cakrawal Andalas Televisi Bandar
Lampung melalui ijin prinsip Nomor 2071/RTF/K/IX/I99I tanggal 17 September 99 dengan PT
Cakrawala Bumi Sriwijaya Televisi Palembang
dengan ijin prinsip Nomor 2900/RTF/K/XII/l99l tanggal 31 Desember l99l.
Tanggal 18 Juni 1994 lahir televisi Indosiar Visual
Mandiri (Indosiar) berdasarkan ijin prinsip Departemen Penerangan c.q Dirjen
RTF Nomor 208/RTF/K/I/1993 sebagai penyusuaian terhadap ijin Prinsip Pendirian
Nomor 1340 RTF/K/VI/1992 dari stasiun swasta khusus menjadi SPTSU yang berkedudukan
di Jakarta.
Pasca Orde Baru tidak menurunkan minat pengusaha untuk terjun dibisnis
pertelevisian. Sampai dengan tahun 2002
muncul 5 stasiun TV baru di Jakarta (Metro TV, Trans TV, Lativi, TV7 dan
Global), di Surabara muncul Jawa Pos TV (JTV), di Riau hadir Riau TV dan
di Bali ada Bali TV.
Regulasi TV Selama Tiga Rezim di Indonesia
No
|
Orde Lama
|
Orde Baru
|
Reformasi
|
1
|
SK Menpen No. 20/SK/M/1961 tentang pembentukan Panitia Persiapan
Televisi (P2T).
|
Keputusan Menteri Penerangan No. 54/B/KEP/Menpen/1971 Tentang
Penyelenggaraan Siaran Televisi di Indonesia
|
UU.
No. 40/1999 Tentang Pers
|
2
|
Keppres No. 215/1963 tentang pembentukan Yayasan TVRI dengan
Pimpinan Umum Presiden RI
|
SK Menpen No. 55 Bahan siaran/KEP/Menpen/1975, TVRI memiliki
status ganda yaitu selain sebagai Yayasan Televisi RI
juga sebagai Direktorat Televisi
|
UU.
32/2002 Tentang Penyiaran
|
3
|
|
Keputusan Menteri Penerangan No. 167/B/KEP/Menpen/1986 Tentang
Penyelenggaraan Siaran Televisi di Indonesia (pengganti No.
54/B/KEP/Menpen/1971)
Upaya mengakhiri masa monopoli TVRI
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 36 TAHUN 2000
TENTANG
PENDIRIAN PERUSAHAAN JAWATAN TELEVISI REPUBLIK INDONESIA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
|
4
|
|
Kepmenpen RI No.
190A/KEP/Menpen/1987
Siaran
Siaran Saluran Umum (SSU) & memberikan wewenang kepada TVRI untuk
menyelanggarakan SST.
Dalam menjalankan SST, Yayasan TVRI dapat menunjuk
pihak lain
|
|
5
|
|
Kepmenpen
No. 111/KEP/ Menpen/1990.
|
|
6
|
|
Kepmenpen
No. 84A/KEP/ Menpen/1992.
|
|
7
|
|
Kepmenpen
No. 04A/KEP/ Menpen/1993.
|
|
8
|
|
UU. No.24/1997 tentang penyiaran
|
|
Regulasi Radio Selama Tiga Rezim di Indonesia
No
|
Orde Lama
|
Orde Baru
|
Reformasi
|
1
|
UU
No. 5/1964 Tentang Telekomunikasi
|
PP No. 5/1970 Radio Siaran Non Pemerintah
|
UU No. 36/1999 Tentang Telekomunikasi
|
2
|
|
UU
No. 3/1989 Tentang Telekomunikasi
|
UU.
No. 40/1999 tentang Pers
|
3
|
|
UU
No. 24/1997 Tentang Penyiaran
|
UU.
No. 32/2002 Tentang Penyiaran
|
|
|
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 37 TAHUN 2000
TENTANG
PENDIRIAN PERUSAHAAN JAWATAN
RADIO REPUBLIK INDONESIA |
|
|
|
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 53 TAHUN 2000
TENTANG
PENGGUNAAN SFEKTRUM FREKUENSI RADIO
DAN ORBIT SATELIT
|
Reference:
Hinca I.Panjaitan, Memasung Televisi, ASAI: Jakarta, 2000.
Unong U. Effeni, Dimensi-Dimensi Komunikasi, Remaja Rosda
Karya: Bandung,
1990.
No comments :
Post a Comment