tab menu

Twitter  Twitter  Instagram Instagram

Thursday, April 18, 2013

I.  Radio
Sejarah radio siaran swasta,

Keberadaan radio siaran di Indonesia, mempunyai hubungan erat dengan sejarah perjuangan bangsa, baik semasa penjajahan, masa perjuangan proklamasi kemerdekaan, maupun didalam dinamika perjalanan bangsa memperjuangkan kehidupan masyarakat yang demokratis, adil dan berkemakmuran.

Di zaman Penjajahan Belanda, radio siaran swasta yang dikelola warga asing menyiarkan program untuk kepentingan dagang, sedangkan radio siaran swasta yang dikelola pribumi menyiarkan program untuk memajukan kesenian, kebudayaan, disamping kepentingan pergerakan semangat kebangsaan. Ketika pendudukan Jepang tahun 1942, semua stasiun radio siaran dikuasai oleh kolonial Jepang, programnya diarahkan pada propaganda perang Asia Timur Raya. Tapi setelah Jepang menyerah kepada Sekutu 14 Agustus 1945 para angkasawan pejuang menguasai Radio Siaran sehingga dapat mengumandangkan Teks Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 ke seluruh dunia. Selanjutnya sejak proklamasi kemerdekaan RI sampai akhir masa pemerintahan Orde Lama tahun 1965, Radio Siaran hanya diselenggarakan oleh Pemerintah, dalam hal ini Radio Republik Indonesia atau RRI.

Secara defacto Radio siaran swasta nasional Indonesia tumbuh sebagai perkembangan profesionalisme “radio amatir” yang dimotori kaum muda diawal Orde baru tahun 1966; secara yuridis keberadaan radio siaran swasta diakui, dengan prasyarat, penyelenggaranya ber-Badan Hukum dan dapat menyesuaikan dengan ketentuan Peraturan Pemerintah RI nomor 55 tahun 1970 tentang Radio Siaran Non Pemerintah, yang mengatur fungsi, hak, kewajiban dan tanggungjawab radio siaran, syarat-syarat penyelenggaraan, perizinan serta pengawasannya.

Dalam peraturan itu ditentukan, bahwa radio siaran non pemerintah  harus berfungsi sosial yaitu alat pendidik, penerangan dan hiburan; bukan alat untuk kegiatan politik. Meskipun bidang radio siaran memiliki fungsi pendidikan, penerangan dan hiburan, namun dalam operasinya tidak menutup kemungkinan siarannya bersifat komersial (iklan) yang pelaksanannya mengukuti peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

Hingga akhir tahun l974, radio swasta niaga tercatat 330 di seluruh Indonesia, masing-masing  42 di DKI, l4 di NTB, 55 di Jawa Tengah, l5 di Jawa Timur, l5 di Sumatera Utara, l di Riau, ll Sumatera Barat, l3 Sumatera Selatan, 8 Lampung.  2 di Kalimantan Barat, 8 di Selawesi Utara dan l6 di Sulawesi Selatan.

Tahun l980 jumlah stasiun radio non pemerintah mencapai 948 buah yang terderdiri dari 379 stsiun komersial, 26 stasiun non komersial dan l38 stasiun radio pemerintah daerah. Sampai dengan tahun 2000 jumlah stasiun radio termasuk RRI mencapai ll00 stasiun.

Program-program radio pun semakin beragam. Di masa orde baru radio swasta niaga dilarang membuat berita sendiri. Berita yang siarkan adalah memancar teruskan (relay) berita dari RRI. Kini setelah lahirnya era kebebasan pers yang ditandai dengan lahirnya UU Pers No. 40/1990 stasiun radio swasta niaga diperbolehkan membuat program berita sendiri.
Tidak itu saja, kini radio telah menjadi lahan bisnis yang potensial. Hal ini terbukti dari munculnya konglomerasi radio, seperti kelompok Ramako, NRA, Masima, dll yang memiliki jaringan beberapa radio.
II Televisi
A. TVRI
Pada tahun 1961, Pemerintah Indonesia memutuskan untuk memasukan proyek media massa televisi kedalam proyek pembangunan Asian Games IV di bawah koordinasi urusan proyek Asean Games IV. Tanggal 25 Juli 1961, Menteri Penerangan mengeluarkan SK Menpen No. 20/SK/M/1961 tentang pembentukan Panitia Persiapan Televisi (P2T).
Pada 23 Oktober 1961, Presiden Soekarno yang sedang berada di Wina mengirimkan teleks kepada Menpen Maladi untuk segera menyiapkan proyek televisi (saat itu waktu persiapan hanya tinggal 10 bulan) dengan jadwal sebagai berikut :
1.    Membangun studio di eks AKPEN di Senayan (TVRI sekarang).
  1. Membangun dua pemancar : 100 watt dan 10 Kw dengan tower 80 meter.
  2. Mempersiapkan software (program dan tenaga).
Tanggal 17 Agustus 1962, TVRI mulai mengadakan siaran percobaan dengan acara HUT Proklamasi Kemerdekaan Indonesia XVII dari halaman Istana Merdeka Jakarta, dengan pemancar cadangan berkekuatan 100 watt.
Tanggal 24 Agustus 1962, TVRI mengudara untuk pertama kalinya dengan acara siaran langsung upacara pembukaan Asian Games IV dari stadion utama Gelora Bung Karno. Tanggal 20 Oktober 1963, dikeluarkan Keppres No. 215/1963 tentang pembentukan Yayasan TVRI dengan Pimpinan Umum Presiden RI.
Pembangunan Stasiun-stasiun TVRI Daerah
Pada tahun 1963 mulailah dirintis pembangunan Stasiun Daerah dimulai dengan Stasiun Yogyakarta, yang mulai siaran pada akhir tahun 1964 dan berturut-turut Stasiun Medan, Surabaya Makassar, Manado, Denpasar dll, yang berfungsi sebagai Stasiun Penyiaran.
Mulai tahun 1977, secara bertahap dibeberapa Ibukota Propinsi dibentuklah Stasiun-stasiun Produksi Keliling atau SPK, yang berfungsi sebagai perwakilan di daerah, bertugas memproduksi dan merekam paket acara untuk dikirim dan disiarkan melalui TVRI Stasiun Pusat Jakarta.
Status TVRI di Era Orde Baru
Tahun 1974, TVRI diubah menjadi salah satu bagian dari organisasi dan tatakerja Departemen Penerangan, yang diberi status Direktorat, langsung bertanggung-jawab pada Direktur Jendral Radio, TV, dan Film Departemen Penerangan Republik Indonesia.
Sebagai alat komunikasi Pemerintah, tugas TVRI adalah untuk menyampaikan policy Pemerintah kepada rakyat dan pada waktu yang bersamaan menciptakan two-way traffic dari rakyat untuk pemerintah selama tidak men-diskreditkan usaha-usaha Pemerintah.
Pada garis besarnya tujuan policy Pemerintah dan program-programnya adalah untuk membangun bangsa dan negara Indonesia yang modern dengan masyarakat yang aman, adil, tertib dan sejahtera, dimana tiap warga Indonesia mengenyam kesejahteraan lahiriah dan mental spiritual.
Semua kebijaksanaan Pemerintah beserta programnya harus dapat diterjemahkan melalui siaran dari studio-studio TVRI yang berkedudukan di Ibukota maupun daerah dengan cepat, tepat dan baik.
Semua pelaksanaan TVRI baik di Ibukota maupun di Daerah harus meletakan tekanan kerjanya kepada integrasi, supaya TVRI menjadi suatu well-integrated mass media Pemerintah.
Tahun 1975, dikeluarkan SK Menpen No. 55 Bahan siaran/KEP/Menpen/1975, TVRI memiliki status ganda yaitu selain sebagai Yayasan Televisi RI juga sebagai Direktorat Televisi, sedang manajemen yang diterapkan yaitu manajemen perkantoran / birokrasi.
TVRI di Era Reformasi
Pada tanggal 20 Mei 1999, merupakan titik awal sejarah baru TVRI, ketika Presiden Abdurrahman Wahid melikuidasi Departemen Penerangan, yang mengakibatkan status TVRI menjadi tidak jelas, bagaikan anak ayam kehilangan induk.
Dan pada bulan Juni 2000, Presiden mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 36 tahun 2000 tentang perubahan status TVRI menjadi Perusahaan Jawatan (Perjan), yang secara kelembagaan berada di bawah pembinaan dan bertanggung jawab kepada Departemen Keuangan RI.
Ketika TVRI belum tuntas dalam melakukan penataan internal sebagai Perusahaan Jawatan, muncul wacana untuk merubah bentuk TVRI menjadi Persero, yang disusul dengan keluarnya Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 2002, tanggal 17 April 2002 yang merubah bentuk TVRI dari Perusahaan Jawatan menjadi Perseroan terbatas (PT) di bawah pengawasan Departemen Keuangan RI dan Kantor Menteri Negara BUMN.
Namun pada tanggal 28 Desember 2002, Rancangan Undang-undang tentang Penyiaran disahkan oleh DPR-RI, sebagai Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, dimana menurut Pasal 14 ayat 2 disebutkan bahwa TVRI merupakan Lembaga Penyiaran Publik atau TV Publik.
Sementara itu, berdasarkan Ketentuan Peralihan Pasal 60, TVRI diberi waktu selama paling lama 3 tahun, untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian sebelum siap sebagai TV Publik.
TVRI dewasa ini
Pada tanggal 15 April 2003, bersamaan dengan pelantikan Dewan Komisaris dan Direksi PT TVRI (Persero), dilakukan penandatanganan Akte Notaris Pendirian PT TVRI (Persero) oleh Menteri Negara BUMN.
Mengingat TVRI masih mengacu pada manajemen Perusahaan Jawatan, maka oleh Direksi baru PT TVRI (Persero) dilakukan upaya-upaya restrukturisasi, antara lain dibidang sumber daya manusia, keuangan dan struktur organisasi.
Restrukturisasi bukan berarti adanya pengurangan sumber daya manusia. Dengan melalui restrukturisasi akan diketahui jumlah sumber daya manusia yang dibutuhkan, berdasarkan kemampuan masing-masing individu karyawan untuk mengisi fungsi-fungsi yang ada dalam struktur organisasi sesuai keahlian dan profesi masing-masing, dengan kualifikasi yang jelas.
Melalui restrukturisasi tersebut juga akan diketahui apakah untuk mengisi fungsi tersebut perlu dicari tenaga profesional dari luar atau dapat memanfaatkan sumber daya TVRI yang tersedia.
Dalam bentuk PERSERO selama masa transisi ini, TVRI benar-benar diuji untuk belajar mandiri dengan menggali dana dari berbagai sumber antara lain dalam bentuk kerjasama dengan pihak luar baik swasta maupun sesama BUMN serta meningkatkan profesionalisme karyawan.
Dengan adanya masa transisi selama 3 tahun ini, diharapkan TVRI akan dapat memenuhi kriteria yang disyaratkan oleh undang-undang penyiaran yaitu sebagai TV publik dengan sasaran khalayak yang jelas.
B. TV Swasta
Setelah puluhan tahun memberi hak ke TVRI untuk “memonopoli” penyiaran TV di Indonesia, pemerintah akhirnya mengeluarkan regulasi yang membuka “monopoli” TVRI. Era ini ditandai dengan dikeluarkannya SK Menpen No. 190A/KEP/MENPEN/1987 tanggal  20 Oktober 1987. SK ini menegaskan Deppen RI disamping memberikan hak kepada TVRI untuk menyelenggarakan siaran saluran umum (SSU), juga memberikan hak tambahan menyelenggarakan  siaran saluran terbatas (SST) dalam wilayah Jakarta dan sekitarnya.
SSU adalah siaran TV yang dapat ditangkap langsung oleh umum melalui pesawat penerima televisi biasa tanpa pelatan khusus, sedangkan SST adalah siaran  yang hanya ditangkap oleh pelanggan melalui pesawat penerima biasa dilengkapi dengan peralatan khusus.
Dalam menyelenggarakan SST, sesuai dengan kemampuan yang ada, Yayasan TVRI dapat menunjuk pihak lain sebagai pelaksana dengan ketentuan  dan jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian tersendiri. Disamping itu, pengoperasian SST tetap di bawah pengawaan dan pengendalian yayasan TVRI. Hasil usaha SST dikelola oleh Yayasan TVRI guna menunjang kegiatan operasional yayasan TVRI. Dalam acara SST tersebut dapat disisipkan siaran niaga/iklan.
Pihak swasta pertama yang dijinkan melakukan penyiaran TV adalah Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) melalui pemberian izin Prinsip dari Departemen Penerangan RI  c.q Direktur Televisi/Direktur Yayasan TVRI tanggal 28 Agustus 1987 nomor 557/DIR/TV/1987 untuk berpartisipasi dalam menyelenggarakan siaran saluran terbatas dalam wilayah Jakarta dan sekitarnya.  Penunjukan sebagai pelaksana SST Televisi Republik Indonesia  diatur dengan surat perjanjian antara Direktur Televisi/Direktur Yayasan TVRI dengan Direktur PT RCTI Nomor 12/SP/DIR/IV/1988-RCTI.B.T.02/1988 tanggal 22 Februari 1988. Di samping itu juga dilakukan perjanjian yang mewajibkan RCTI untuk memberikan 12.5% pendapatan dari pelaksanaan siaran niaga/iklan kepada Yayasan TVRI
Tanggal 1 Maret 1989 RCTI mengudara pertama kali dengan memasang sekitar 70.000 buah dekoder dengan waktu tayang selama 18 jam / hari. Sampai tahun 1990 tercatat 135.000 buah dekorder yang disewa oleh pemirsa.
Kemudian tahun 1990 kerjasama SST RCTI dengan Yayasan TVRI berubah. Perubahan ini didasari pada ijin prinsip Dirjen RTF nomor 1271D/RTF/K/VIII/ 1990 tanggal 1 Agustus 1990. Berdasarkan ijin tersebut RCTI diijinkan melakukan siaran tanpa dekorder. Dengan status SST RCTI berubah menjadi Stasiun Penyiaran Televisi Swasta Umum (SPTSU) dengan jam siaran tanpa batas (24 jam)
Menyusul RCTI yang sudah lebih dahulu berdiri, lewat ijin prinsip yang diterbitkan oleh Depen cq. Dirjen RTF Nomor 1415/RTF/IX/1989 diberikan  penyelenggaran SST kepada PT Surya Citra Telivisi (SCTV) di Surabaya. Tanggal 1 Agustus 1990 diijinkan menyelenggarakan siaran tanpa dekorder berdasarkan isin prinsip Deppen c.q Dirjen RTF nomor 121E/RTF/K/VIII/1990. 
Secara operasional kegiatan SCTV baru dapat dilaksanakan berdasarkan perjanjian penunjukkan pelaksanaan STSU SCTV nomor 150/SP/Dir/TV/1990-02/SPS/SCTV/VIII/1990 tanggal 24 Agustus 1990. Pada tanggal yang sama telah diberikan pula ijin prinsip bagi SCTV untuk mendirikan SPTSU Denpasar melalui keputusan Departemen Penerangan c.q Dirjen RTF Nomor 1217B/RTF/K/VIII/1990.
Berdasarkan SK Departemen Penerangan c.q Dirjen RTF nomor 206/RTF/K/I/1993 tanggal 30 januari 1993 tentang ijin Siaran Nasional, SCTV dan RCTI diperbolehkan menyelenggarakan siaran nasional dengan ketentuan bahwa siaran nasional SCTV berkedudukan di Jakarta merupakan gabungan SCTV surabaya dengan SCTV Denpasar, demikian pula dengan RCTI gabungan antara RCTI Jakarta dengan RCTI Bandung.
Televisi pendidikan Indonesia (TPI) mendapat ijin prinsip dari Departemen Penerangan c.q Dirjen RTF Nomor 1271B/RTF/K/VIII/l990. Penyelenggaraan siaran TPI dilaksanakan atas perjanjian kerjasama antara Yayasan TVRI dengan PT. Cipta Televisi Indonesia  tentang pelaksanaan Siaran Pendidikan  Nomor l45/SP/DIR/TV/1990-23/TPI/PKS/SHR.23/VIII/90 tanggal l6 Agustus l990. Pengoperasian  siaran TPI diresmikan presdien Soeharto Rabu, 23 Januari l99l di studio XII TVRI stasiun Pusat Jakarta.

Tanggal 30 Januari l993 lahir televisi swasta ANTEVE berdasarkan ijin prinsip Departemen Penerangan c.q. Dirjen RTF Nomor 207 /RTF/K/I/1993 tentang ijin Siaran Nasional bagi PT. Cakrawala Andalas Televisi. Siaran nasional Anteve berkedudukan di Jakarta  merupakan siaran gabungan antara PT Cakrawal Andalas Televisi Bandar Lampung melalui ijin prinsip Nomor 2071/RTF/K/IX/I99I tanggal 17 September 99 dengan PT Cakrawala Bumi Sriwijaya Televisi Palembang  dengan ijin prinsip Nomor 2900/RTF/K/XII/l99l tanggal 31 Desember l99l.

Tanggal 18 Juni 1994 lahir televisi Indosiar Visual Mandiri (Indosiar) berdasarkan ijin prinsip Departemen Penerangan c.q Dirjen RTF Nomor 208/RTF/K/I/1993 sebagai penyusuaian terhadap ijin Prinsip Pendirian Nomor 1340 RTF/K/VI/1992 dari stasiun swasta khusus menjadi SPTSU yang berkedudukan di Jakarta.
Pasca Orde Baru tidak menurunkan minat pengusaha untuk terjun dibisnis pertelevisian. Sampai dengan tahun 2002 muncul 5 stasiun TV baru di Jakarta (Metro TV, Trans TV, Lativi, TV7 dan Global), di Surabara muncul Jawa Pos TV (JTV), di Riau hadir Riau TV dan di Bali ada Bali TV.

Regulasi TV Selama Tiga Rezim di Indonesia


No
Orde Lama
Orde Baru
Reformasi
1
SK Menpen No. 20/SK/M/1961 tentang pembentukan Panitia Persiapan Televisi (P2T).
Keputusan Menteri Penerangan  No. 54/B/KEP/Menpen/1971 Tentang Penyelenggaraan Siaran Televisi di Indonesia
UU. No. 40/1999 Tentang Pers
2
Keppres No. 215/1963 tentang pembentukan Yayasan TVRI dengan Pimpinan Umum Presiden RI
SK Menpen No. 55 Bahan siaran/KEP/Menpen/1975, TVRI memiliki status ganda yaitu selain sebagai Yayasan Televisi RI juga sebagai Direktorat Televisi
UU. 32/2002 Tentang Penyiaran
3

Keputusan Menteri Penerangan  No. 167/B/KEP/Menpen/1986 Tentang Penyelenggaraan Siaran Televisi di Indonesia (pengganti No. 54/B/KEP/Menpen/1971)
Upaya mengakhiri masa monopoli TVRI
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 36 TAHUN 2000
TENTANG
PENDIRIAN PERUSAHAAN JAWATAN TELEVISI REPUBLIK INDONESIA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

4

Kepmenpen RI No. 190A/KEP/Menpen/1987
Siaran Siaran Saluran Umum (SSU) & memberikan wewenang kepada TVRI untuk menyelanggarakan SST.
Dalam menjalankan SST, Yayasan TVRI dapat menunjuk pihak lain

5

Kepmenpen No. 111/KEP/ Menpen/1990.

6

Kepmenpen No. 84A/KEP/ Menpen/1992. 

7

Kepmenpen No. 04A/KEP/ Menpen/1993.

8

UU. No.24/1997 tentang penyiaran


 

 

 







 

 

Regulasi Radio Selama Tiga Rezim di Indonesia


No
Orde Lama
Orde Baru
Reformasi
1
UU No. 5/1964 Tentang Telekomunikasi
PP No. 5/1970 Radio Siaran Non Pemerintah
UU No. 36/1999 Tentang Telekomunikasi
2

UU No. 3/1989 Tentang Telekomunikasi
UU. No. 40/1999 tentang Pers
3

UU No. 24/1997 Tentang Penyiaran
UU. No. 32/2002 Tentang Penyiaran



PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 37 TAHUN 2000
TENTANG
PENDIRIAN PERUSAHAAN JAWATAN
RADIO REPUBLIK INDONESIA



PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 53 TAHUN 2000
TENTANG
PENGGUNAAN SFEKTRUM FREKUENSI RADIO
DAN ORBIT SATELIT


Reference:

Hinca I.Panjaitan, Memasung Televisi, ASAI: Jakarta, 2000.

Unong U. Effeni, Dimensi-Dimensi Komunikasi, Remaja Rosda Karya: Bandung, 1990.



No comments :

Post a Comment